CARA MEMBERSIHKAN WADAH YANG DIJILATI ANJING
Dari Abu Hurairoh –radiyallahu ‘anhu- berkata, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda “Sucinya wadah salah seorang di antara kalian apabila anjing menjilat di dalamnya adalah dengan mencucinya tujuh kali, yang pertama kalinya dengan debu [Shahih riwayat Muslim]
Dalam riwayat lain, “maka hendaknya ia menumpahkannya (terlebih dahulu)”, oleh At Tirmidzi "terakhirnya, atau yang pertamanya dengan debu”
Faedah Hadits:
-----------------
1. Jika anjing menjilat ke dalam wadah, maka tidak cukup membersihkan jilatannya dengan dibersihkan saja, tetapi mesti dengan menumpahkan isi di dalamnya kemudian mencuci wadah tersebut sebanyak tujuh kali dengan air, salah satu cuciannya dengan debu.
Perbedaan pendapat ulama terhadap wajibnya menggunakan debu:
Madzhab Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa yang wajib adalah mencuci tujuh kali, adapun penggunaan debu bersama tujuh kali cucian hukumnya tidak wajib. Hal ini karena kegoncangan (idhtirob)nya periwayatan hadits tentang pencuciannya yang disertai dengan debu, di dalam sebagian riwayat debu tersebut pada cucian pertama, di sebagian riwayat lain pada cucian terakhir, dan di riwayat lain tidak menentukan urutannya hanya menyebutkan “salah satunya dengan debu”.
Oleh karena idhtirob ini maka gugurlah hukum wajib penggunaan debu, karena “asal”nya adalah tidak adanya hukum wajib.
Imam Syafi’i dan Ahmad serta pengikut-pengikut mereka dan kebanyakan madzhab zhohiriyah, Ishaq, Abu Ubaidah, Abu Tsaur, Ibnu Jarir, dan yang lainnya mensyaratkan penggunaan debu. Jika najis anjing dicuci tanpa debu maka tidak suci. Hal ini berdasarkan nash yang shahih. Adapun celaan idhtirob pada periwayatannya ini tertolak. Dihukumi gugurnya suatu periwayatan karena idhtirob hanyalah jika idhtirobnya pada seluruh sisi, adapun jika sebagian sisi hadits unggul atas sebagian yang lain –sebagaimana dalam kasus ini- maka yang dijadikan hukum adalah riwayat yang rajih, sebagaimana yang ditetapkan di dalam ilmu ushul fiqh. Dan di sini, yang rajih adalah riwayat Muslim, yaitu penggunaan debu pada cucian yang pertama.
2. Apakah seluruh anggota badan anjing najis?
Pendapat pertama: seluruh anggota badan anjing adalah najis. Ini madzhab Syafi'iyah dan Hanabilah. Dan inilah pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Pendapat kedua: yang najis dari anjing adalah air liurnya. Ini madzhab Hanafiyah.
Pendapat ketiga : seluruh anggota badan anjing suci, bahkan lidahnya. Ini adalah madzhab Malikiyah. Mereka memandang bahwa perkara mencuci ini adalah dalam rangka ta’abbudi (ibadah) bukan semata-mata karena najis.
Pendapat yang rajih :
Yaitu seluruh anggota badan anjing najis.
Alasannya : Perintah nabi untuk mencuci tujuh kali bukanlah perkara ta'abbudi, melainkan karena anjing itu najis. Kalaulah tidak najis, maka beliau tidak memerintahkan membersihkan wadah. Thohur (suci) secara asal adalah mengangkat hadats atau menghilangkan najis. Wadah (bejana) yang terkena najis maka wajib disucikan. Kalau seandainya lidah anjing itu suci, maka tentunya nabi tidak memerintahkan untuk menumpahkan airnya, karena menumpahkan/membuang air yang suci berarti pemborosan. Sementara islam melarang sikap boros.
Yang zhohir dari hadits ini adalah najisnya air liur anjing, dan air anjing termasuk bagian dari mulut anjing, karena air liur merupakan air keringat dari mulut, sehingga mulut anjing juga najis. Demikian juga anggota tubuh lainnya.
Imam Asy Syafi’i berkata, “seluruh anggota badan anjing berupa tangannya, telinganya, kakinya, atau anggota badan apapun jika masuk ke dalam wadah, maka wadah tersebut dicuci tujuh kali setelah menumpahkan isi (air) di dalam wadah.
3. Makna lahiriyah hadits ini adalah umum untuk seluruh jenis anjing, dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Akan tetapi sebagian ulama mengatakan, “anjing untuk berburu, menjaga kebun, anjing peliharaan adalah anjing-anjing yang dikecualikan dari keumuman ini. Hal ini berdasarkan pada kaidah toleransinya syariat dan kemudahannya. “Kesulitan dapat menarik kemudahan”.
Dalam riwayat lain, “maka hendaknya ia menumpahkannya (terlebih dahulu)”, oleh At Tirmidzi "terakhirnya, atau yang pertamanya dengan debu”
Faedah Hadits:
-----------------
1. Jika anjing menjilat ke dalam wadah, maka tidak cukup membersihkan jilatannya dengan dibersihkan saja, tetapi mesti dengan menumpahkan isi di dalamnya kemudian mencuci wadah tersebut sebanyak tujuh kali dengan air, salah satu cuciannya dengan debu.
Perbedaan pendapat ulama terhadap wajibnya menggunakan debu:
Madzhab Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa yang wajib adalah mencuci tujuh kali, adapun penggunaan debu bersama tujuh kali cucian hukumnya tidak wajib. Hal ini karena kegoncangan (idhtirob)nya periwayatan hadits tentang pencuciannya yang disertai dengan debu, di dalam sebagian riwayat debu tersebut pada cucian pertama, di sebagian riwayat lain pada cucian terakhir, dan di riwayat lain tidak menentukan urutannya hanya menyebutkan “salah satunya dengan debu”.
Oleh karena idhtirob ini maka gugurlah hukum wajib penggunaan debu, karena “asal”nya adalah tidak adanya hukum wajib.
Imam Syafi’i dan Ahmad serta pengikut-pengikut mereka dan kebanyakan madzhab zhohiriyah, Ishaq, Abu Ubaidah, Abu Tsaur, Ibnu Jarir, dan yang lainnya mensyaratkan penggunaan debu. Jika najis anjing dicuci tanpa debu maka tidak suci. Hal ini berdasarkan nash yang shahih. Adapun celaan idhtirob pada periwayatannya ini tertolak. Dihukumi gugurnya suatu periwayatan karena idhtirob hanyalah jika idhtirobnya pada seluruh sisi, adapun jika sebagian sisi hadits unggul atas sebagian yang lain –sebagaimana dalam kasus ini- maka yang dijadikan hukum adalah riwayat yang rajih, sebagaimana yang ditetapkan di dalam ilmu ushul fiqh. Dan di sini, yang rajih adalah riwayat Muslim, yaitu penggunaan debu pada cucian yang pertama.
2. Apakah seluruh anggota badan anjing najis?
Pendapat pertama: seluruh anggota badan anjing adalah najis. Ini madzhab Syafi'iyah dan Hanabilah. Dan inilah pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Pendapat kedua: yang najis dari anjing adalah air liurnya. Ini madzhab Hanafiyah.
Pendapat ketiga : seluruh anggota badan anjing suci, bahkan lidahnya. Ini adalah madzhab Malikiyah. Mereka memandang bahwa perkara mencuci ini adalah dalam rangka ta’abbudi (ibadah) bukan semata-mata karena najis.
Pendapat yang rajih :
Yaitu seluruh anggota badan anjing najis.
Alasannya : Perintah nabi untuk mencuci tujuh kali bukanlah perkara ta'abbudi, melainkan karena anjing itu najis. Kalaulah tidak najis, maka beliau tidak memerintahkan membersihkan wadah. Thohur (suci) secara asal adalah mengangkat hadats atau menghilangkan najis. Wadah (bejana) yang terkena najis maka wajib disucikan. Kalau seandainya lidah anjing itu suci, maka tentunya nabi tidak memerintahkan untuk menumpahkan airnya, karena menumpahkan/membuang air yang suci berarti pemborosan. Sementara islam melarang sikap boros.
Yang zhohir dari hadits ini adalah najisnya air liur anjing, dan air anjing termasuk bagian dari mulut anjing, karena air liur merupakan air keringat dari mulut, sehingga mulut anjing juga najis. Demikian juga anggota tubuh lainnya.
Imam Asy Syafi’i berkata, “seluruh anggota badan anjing berupa tangannya, telinganya, kakinya, atau anggota badan apapun jika masuk ke dalam wadah, maka wadah tersebut dicuci tujuh kali setelah menumpahkan isi (air) di dalam wadah.
3. Makna lahiriyah hadits ini adalah umum untuk seluruh jenis anjing, dan ini adalah pendapat jumhur ulama. Akan tetapi sebagian ulama mengatakan, “anjing untuk berburu, menjaga kebun, anjing peliharaan adalah anjing-anjing yang dikecualikan dari keumuman ini. Hal ini berdasarkan pada kaidah toleransinya syariat dan kemudahannya. “Kesulitan dapat menarik kemudahan”.
Komentar
Posting Komentar